
Hubungan lelaki-perempuan hampir selalu menarik untuk terus-menerus diceritakan. Demikian pula di karya sastra, telah begitu banyak cerita percintaan yang digunakan pengarang untuk membungkus gagasan-gagasannya tentang kemanusiaan, politik, budaya, spiritual, dan hal-hal lain yang dianggap akan lebih mudah “ditangkap” pembaca melalui cerita cinta. Di dalam novel Lelaki dan Ilusi ini, melalui “cerita cinta”, kita bisa melihat problem sosial maupun psikologis tokoh-tokoh di dalamnya. Misalnya, tokoh Jonat dengan ketidakmampuannya membedakan antara ilusi dan kenyataan.
Jonat ialah seorang remaja laki-laki yang berusaha memecahkan teka-teki yang berulang kali muncul di dalam mimpinya. Cerita diawali dari perjumpaan Jonat dengan seorang gadis yang tidak dikenalnya di dalam mimpi. Perjumpaan tersebut kemudian terjadi berkali-kali, sehingga Gadis Mimpi itu lama-kelamaan menjadi sosok perempuan yang diidealkan Jonat. Jonat pun lantas berusaha mencari/menemukan Gadis Mimpi di dalam kenyataan—ini menjadi menarik karena Jonat sendiri kesulitan membedakan mana mimpi mana realitas.
Dalam pencariannya, Jonat berulang kali menemui rintangan. Di sinilah konflik-konflik batin maupun fisik terjadi. Sebagian dari konflik tersebut dipicu oleh benturan-benturan: antara kecemasan dan kenyamanan, cinta dan amarah, kejujuran dan kebohongan, keaslian dan kepalsuan, yang nyata dan yang maya. Segala yang bertentangan itu hadir silih berganti, bertukar tempat, kadang mencair.
Karakter tokoh (terutama Jonat) terbentuk dan berkembang melalui perjumpaan-perjumpaan dengan tokoh lain, melalui perubahan lingkungan sosialnya, serta pengalaman-pengalaman batinnya (baik di kenyataan maupun di mimpi). Pengalaman-pengalaman tersebut, pada titik tertentu, menjadikan Jonat mengidap semacam problem psikologis. Kadang ia begitu cerewet. Kadang ia begitu dingin dan pelit kata-kata, samLdI-samLdI narator perlu membantunya bicara.
Ada kalanya Jonat menunjukkan cara pandang sebagaimana pemuda pada umumnya. Namun, tak jarang juga ia menunjukkan cara pandangnya yang “unik” atau “lain dari pandangan orang kebanyakan”. Selain dari sikap dan perilaku, cara pandang Jonat yang unik ini bisa dilihat dari bagaimana Jonat memilih dan merangkai kata-kata dalam dialog maupun cakapan batinnya.
Tokoh-tokoh yang hidup di dalam novel ini dihadirkan sebagaimana manusia adanya. Tidak ada di antara mereka yang benar-benar baik maupun benar-benar buruk. Mereka tidak dibagi atas sifat “hitam” dan “putih”. Tidak pula dibagi dengan peran “pahlawan” dan “penjahat”. Mereka ditampilkan selayaknya manusia biasa. Karena itu, novel ini terkesan seperti cerita “nyata”, yang berisi manusia-manusia yang seolah dapat dicari dan ditemukan di dunia nyata. Apalagi jika samLdI ada pembaca yang merasa menemukan dirinya di dalam salah satu karakter dalam novel, tentu ini akan makin terkesan “bukan fiktif belaka”.
Novel ini diceritakan melalui beberapa narator, bukan narator/pencerita tunggal. Ada beberapa tokoh yang diberi ruang bercerita, bahkan ada narator yang bukan merupakan bagian dari tokoh cerita. Melalui narator yang berbeda-beda itu, pembaca bisa menyelami perasaan, pikiran, serta watak tokoh-tokoh yang sedang bercerita. Di titik ini, pembaca diberi ruang untuk turut terlibat di dalam cerita. Perubahan-perubahan sudut pandang penceritaan ini memungkinkan pembaca untuk menafsir, menilai, memihak, maupun menebak apa yang kemudian akan terjadi selanjutnya.
Alur/plot cerita Lelaki dan Ilusi tidak linier. Ketidaklinieran alur bisa berfungsi untuk menunda ketegangan cerita. Harapan dan dugaan pembaca tidak segera dapat dipuaskan, sehingga memungkinkan pembaca ditimpa rasa penasaran. Selain itu, permainan alur flash-back di novel ini bisa juga berguna untuk menjelaskan latar belakang tokoh utama.
Jika diperhatikan dari gaya bahasanya, novel ini bisa dibilang “ringan-ringan-berat”. Lalu apakah ini novel pop atau serius? Barangkali penulis novel ini sengaja membenturkan kategori-kategori atau genre-genre semacam itu, atau mungkin juga sebaliknya: ia tidak peduli dengan kategorisasi. Dengan “pengabaian” genre atau kategorisasi, sebenarnya ini membuka ruang lingkup pembaca yang lebih luas. Siapa saja bisa membacanya tanpa perlu pusing-pusing atau cemas dihantui bayang-bayang “pop” maupun “serius”.
Lelaki dan Ilusi sebelumnya pernah dimuat secara berseri sebagai cerbung [cerita bersambung] di jogjareview.net (dengan judul yang sama) sepanjang tahun 2014. Sebagaimana ciri khas cerita bersambung, Lelaki dan Ilusi menawarkan berbagai suspens yang berpotensi menyulut rasa penasaran pembaca.
- Judul : Lelaki dan Ilusi
- Penulis : Muhammad Qadhafi
- Kategori : Fiksi, Novel
- Tebal : 200 halaman
- Dimensi : 12cm x 19cm
- Tahun Terbit : 2019 (cetakan ke-2)
- Penerbit : Kobuku
- ISBN : 978-602-53894-1-2